Gubernur Papua: 'Momen Natal, tarik pasukan TNI/Polri dari Kabupaten Nduga'
JAYAPURA, SAMO News - Gubernur Papua, Lukas Enembe, dan Ketua DPR Papua, Yunus Wonda, sepakat meminta kepada Presiden Joko Widodo, Panglima TNI, dan Kapolri untuk menarik mundur pasukan gabungan TNI/Polri dari Kabupaten Nduga.
"Saya sebagai gubernur Papua, meminta kepada presiden RI untuk menarik pasukan yang ada di Kabupaten Nduga. Ini adalah momen Natal, tidak boleh lagi ada TNI dan Polri di sana," kata Lukas Enembe, Kamis (20/12) malam.
Dia menambahkan, tim independen akan dibentuk sehingga tidak banyak pelanggaran terjadi terhadap masyakat sipil. Tim tersebut terdiri dari Pemprov Papua, DPR Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, Komnas HAM dan pihak terkait lainnya.
"Pasukan harus ditarik. Kita berbelasungkawa apa yang terjadi pertama dan saat ini. Sudah cukup, jangan lagi ada korban jiwa di sana. Masyarakat belum diungsikan, mereka sudah masuk (kejar pelaku). Makanya kami minta tarik semua dulu," ujarnya.
Lukas menyebutkan dirinya akan bertemu Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut.
'Ketakutan mencekam'
Hal senada diutarakan Ketua DPR Papua, Yunus Wonda. Kepada BBC News Indonesia, dia mengaku mendapat laporan bahwa pengejaran yang dilakukan TNI terhadap kelompok kriminak bersenjata (KKB) membuat masyarakat ketakutan.
"Rakyat semakin trauma, ketakutan. Mereka lari ke hutan. Kami minta hentikan semua pergerakan di Nduga, tarik seluruh pasukan keluar dari sana," ujar Yunus.
"Biarkan masyarakat Papua di beberapa distrik di sana yang hari ini menjadi daerah operasi militer, merayakan Natal bersama anak istri mereka. Ini bulan suci yang harus dihormati semua orang. Bukannya sukacita Natal, kedamaian Natal, tapi yang terjadi ketakutan mencekam di sana," tambahnya.
Yunus juga mempertanyakan apa saja yang dilakukan TNI di kawasan Kabupaten Nduga sejak pengejaran dilakukan awal bulan.
"Sudah berapa minggu TNI di sana? Kami belum dengar mereka ditangkap, tidak ada sampai hari ini."
'Tidak mendasar'
Menanggapi seruan Gubernur Papua dan Ketua DPR Papua agar TNI menarik mundur pasukan dari Nduga, Kepala Penerangan Kodam XVII Cendrawasih, Muhammad Aidi, menyebut pernyataan itu tidak mendasar.
"Bagaimana mungkin TNI yang melaksanakan tugas negara, yang bertujuan melindungi segenap tumpah darah Indonesia, disuruh berhenti. Sementara yang melakukan pemberontakan yang melakukan pembantaian, seakan-akan dilindungi," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
"Yang harusnya dilakukan gubernur, mendesak pelaku-pelaku itu menyerahkan diri beserta senjatanya. Bukan meminta TNI mundur," cetusnya.
Aidi menegaskan pasukan gabungan TNI/Polri masih melakukan pengejaran terhadap pelaku penembakan.
Dia mengakui ada masyarakat yang mengungsi.
"Yang di (distrik) Yigi memang sebagian masyarakatnya mengungsi ke kampung-kampung sebelahnya, termasuk ke (distrik) Mbua. Mungkin juga sebagian ke hutan, kita tidak tahu juga karena tidak pernah ada pendataan penduduk di sana."
"Yang jelas, masyarakat hanya sebagian bertahan di kampung. Karena sering terdengar suara tembakan di tempat tersebut dari arah hutan menuju kampung," paparnya.
Korban penyerangan
Pada 1 Desember lalu, terjadi penembakan ke sejumlah pekerja PT Istaka Karya yang membangun jembatan di Kabupaten Nduga sebagai bagian dari proyek Trans Papua.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengaku melakukan penyerangan tersebut.
TNI/Polri kemudian melakukan pengejaran terhadap pelaku.
Namun, TPNPB-OPM menyebut pasukan keamanan Indonesia "menjatuhkan bom menggunakan helikopter di perkampungan warga" Kabupaten Nduga.
Wakil Bupati Nduga Wentius Nimiangge mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa tim menemukan dua jenazah di distrik Mbua, satu di distrik Dal, dan satu di Mbulmu Yalma.
Ia mengatakan bahwa para jenazah itu merupakan warga sipil yang melarikan diri ke hutan.
Kapendam Cendrawasih Kolonel Muhammad Aidi mengatakan bahwa "tidak bisa dipastikan kalau mayat-mayat itu murni warga sipil" karena mereka ditemukan di lokasi terjadinya penyerangan terhadap pasukan TNI.
Aidi menegaskan bahwa TNI tidak pernah melakukan penyerangan terhadap warga sipil.(BBC)
Tidak ada komentar